Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September
(G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah
lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di
belakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok keagamaan
terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan
usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia, dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jenderal dan 1 Kapten serta berberapa orang
lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai
upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya
berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru
kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
PERLUNYA
PANCASILA SEBAGAI DASAR PERGAULAN
Era
modern seperti saat ini banyak terjadi penyimpangan yang ditimbulkan dari
sistem pergaulan. Hal ini disebabkan karena menipisnya moral Pancasila yang
tertanam pada jati diri bangsa seiring dengan berjalannya waktu. Kemajuan zaman
yang meningkat harus diimbangi dengan moral Pancasila yang meningkat pula.
Pemantapan Pancasila harus dijalankan dengan tegas dan teratur sesuai dengan
norma yag berlaku serta dengan tujuan memperbaiki pergaulan dan etika bangsa
ini
Dalam
suatu pergaulan diperlukannya etika dalam menjalankannya. Kata Etika sendiri berasal dari bahasa
Yunani “ethos ” artinya kebiasaan, adat. Kata ethos lebih
berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecendrungan hati dengan mana
seseorang melakukan perbuatan.
Dalam bahasa Latin istilah ethos dan ethikos itu
disebutkan dengan kata mos dan mo-ralitas. Oleh sebab itu kata
“etika”sering dikaitkan dengan kata “moral ”. Dalam bahasa
Indonesia kata etika berarti kesusilaan, Kesusilaan ini mau menerangkan dan
menunjukkan bahwa arti kata “su” itu baik, bagus. Jadi kesusilaan itu
berkaitan dengan yang baik, bagus.
Etika Pancasila adalah etika yang mengacu dan bersumber pada
nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai
sumber pembentukan norma etik dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan
bernegara. Pancasila juga dapat diwujudkan ke dalam norma-norma moral dimana
norma tersebut dijadikan pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku. Norma etik
sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku telah berhasil dituangkan
dalam filosofi Pancasila. Namun, apa yang terjadi pada saat ini? Kebanyakan
orang tidak menjadikan Pancasila sebagai bentuk dasar pergaulannya. Akan tetapi
merka lebih mengutamakan gengsi sebagai tolok ukur dalam bergaul. Umumnya
mereka merasa malu apabila mereka dikatakan anak mami. Anak mami disini
diartikan sebagai anak yang manja pada kedua orangtuanya dan tidak mengikuti
tren model masa kini.
Siapapun dari kita pasti telah setuju dan sependapat tentang
pernyataan bahwa pacaran sudah menjadi budaya di Indonesia. Bahkan pacaran
seperti menjadi hal yang wajib bagi kalangan anak muda di era abad ke-20 ini,
sebab aktivitas tersebut sudah tidak lagi dipandang buruk oleh mayoritas
masyarakat dan mereka tidak merasa malu untuk melakukannya. Padahal, melalui pacaran ini, para
pelakunya sudah terjerumus ke dalam zina dan kemaksiatan-kemaksiatan derivatif
dari zina itu sendiri, seperti aborsi janin, membuang bayi yang baru lahir, dan
bahkan membunuh ibu dari sang janin lantaran takut dimintai pertanggungjawaban
menikah. Dan celakanya, kesemua ini semakin menjadi hal yang biasa kita
saksikan di media-media, baik cetak maupun elektronik, bahkan di sebagian
tempat, peristiwa ini sudah menjadi hal yang lumrah terjadi.
Semua bentuk
kerusakan moral tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh adanya paham kebebasan
yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang disuburkan oleh sistem demokrasi
yang diterapkan dalam suatu negara di mana masyarakat tersebut tinggal.
Perilaku tersebut jelas tidak mengamalkan nilai-nilai dalam Pancasila. Pancasila
mengatur agar kita bisa hidup dalam bergaul berdasar pada agama yang dianut
yang tertera pada sila pertama. Dalam agama-pun melarang kita untuk melakukan
hal tersebut, bahkan aktivitas tersebut merupakan suatu yang mengarah pada
perbuata zina yang jelas itu dilarang. Kaum muda era sekarang ini mulai pudar
akan nilai-nilai luhur khususnya Pancasila. Padahal umumnya bagi anak sekolah
dibaca pada setiap hari senin. Tapi apakah ini bisa dikatak sebagai dampak dari
Demokrasi? Pancasila memang mengajarkan kita untuk berdemokrasi termasuk dalam
pergaulan sehari-hari. Kebanyakan kita sendiri yang tidak tahu bahkan tidak mau
tahu tentang demokrasi pergaulan yang dituangkan dalam makna Pancasila.
Pergaulan pada saat ini menjadi sangat riskan dan berbahaya.
Banyak anak negeri yang terjerumus kedalam sisi gelap dalam pergaulan. Terutama
mereka yang kurang kasih sayang dari orang tua sehingga mereka mencari
ketenangan dan kasih sayang dari orang lain. Pencarian teman inilah yang sangat
berbahaya, apabila mereka salah memilih teman maka mereka bisa ikut menjadi
salah salah satu dari mereka. Banyak pergaulan sekarang yang menyimpang dari
nilai-nilai luhur Pancasila, padahal dalam isi Pancasila sendiri telah terdapat
pedoman dalam kita bergaul dan berperilaku. Misalnya seperti mengkonsumsi
narkoba, hal tersebut merupakan tindakan yang jelas dilang dalam agama dan
Negara. Permasalahan Penyalahgunaan Narkoba tidak akan terjadi apbila tidak
adanya narkoba dalam masyarakat luas meskipun secara terang-terangan maupun
secara sembunyi-sembunyi. Para penjual Narkoba dapat berkeliaran dimana-mana
termasuk sekolah, pemukiman masyarakat dan warung-warung di sekitar perkotaan.
Keluarga yang kurang Harmonis atau Broken Home dapat
menyebabkan psikis seorang anak menjadi menurun sehingga anak tersebut lebih
menyukai dunia pergaulan luar yang negatif, karena seorang anak merasa tidak
mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orangtuanya. Kelurga yang tidak
harmonis biasanya dikarenakan karena kesibukan orangtua terhadap pekerjaanya
sehingga tidak memperhatikan anaknya dan perceraian dalam rumah tangga yang
mengakibatkan rasa kesepian dan kesedian terhadap psikologi anak. Sistem
didikan keluarga yang Otoriter terhadap anak juga mempengaruhi psikis si anak, hal
ini mengakibatkan meningkatanya kemauan ataupun potensi dari anak untuk melawan
dari orang tuanya. Dalam Pergaulan bersama teman yang rawan pergaulan bebas, dapat
menjadi faktor mudahnya perkembangan penggunaan penyalah gunaan narkoba dan
perilaku yang menyimpang. Pada akhirnya seseorang tidak dapat menolak dalam
pemakain narkoba karena terpengaruh oleh dunia pergaulan yang bebas tersebutNarkoba
memiliki hubungan dan keterkaitan dengan nilai-nilai Pancasila, karena
penggunaan penyalahgunaan narkoba adalah perilaku yang menyimpang dari
nilai-nilai Pancasila.
Sehingga dapat disimpulkan Bahwa Hubungan Penggunaan
Penyalahgunaan Narkoba terhadap nilai-nilai Pancasila adalah :
1.
Narkoba dapat dan diperbolehkan digunakan dalam bidang
kesehatan dan dengan jumlah yang sedikit dan tidak menyalahi atuaran
kemanusiaan sesuai dengan kandungan nilai Pancasila sila ke dua.
2.
Narkoba jika dipakai dan disalahgunakan maka perbuatan
si pemakai menyimpang dari nilai-nilai Pancasila sila Pertama, Kedua ,dan
Ketiga. Sila Pertama yaitu Pemakai tidak percaya terhadap Tuhan yang Maha Esa,karena ia lebih percaya
terhadap Narkoba untuk menenangkan diri dan menghilangkan masalah yang terjadi
pada dirinya.Sila Kedua yaitu Pemakai merusak dan membunuh dirinya sendiri
dengan mengonsumsi narkoba. Sila Ketiga yaitu pemakai tidak menghiraukan
dampak-dampak yang terjadi terhadap orang lain dan masyarakat.
Hal ini dikarenakan terdapat lima karakteristik generasi muda
yang mempengaruhi pergaulannya. Pertama, generasi muda kerap kali memiliki
mental yang tidak berorientasi pada mutu. Kecenderungan tersebut diperkuat
dengan keinginan untuk mencoba sesuatu tanpa berupaya untuk mendapatkan hasil
yang setimpal dengan aktivitas yang dilakukan. Karakteristik ini menggejala
pada hampir semua generasi muda. Mentalitas ini secara umum membentuk
karakteristik generasi muda yang sekedar menampilkan figur keberanian semata
tanpa memperhitungkan akibatnya.
Kedua, generasi muda cenderung memiliki karakteristik suka
menerabas, hantam kromo, dan cenderung berani tanpa memperhitungkan baik dan
buruknya. Karakteristik ini bersesuaian dengan sikap berani yang cenderung
mengarah pada kenekatan. Meski begitu, secara positif, sikap ini memberikan
kekuatan mentalitas bagi generasi muda untuk mengambil posisi memimpin dalam
situasi yang secara normal sulit dilakukan oleh masyarakat umum. Sehingga tak
heran apabila mentalitas suka menerabas ini menganjurkan generasi muda sebagai
agen perubahan (agent of change), karena proses perubahan harus diawali sikap
menolak situasi yang ada, dan generasi muda menjadi figur terdepan dari
perubahan kearah yang lebih baik tersebut.
Ketiga, karena secara psikologis masih labil, generasi muda
cenderung memiliki karakter yang tidak percaya diri, mudah putus asa, minder
dan cenderung berupaya menghindari masalah, karena adanya perasaan bahwa
dirinya tidak akan mampu mengemban tugas dan tanggung jawab tersebut.Di sisi
lain sikap tersebut juga mengancam eksistensi kepemimpinan generasimuda karena
karakterstik tersebut.
Keempat, generasi muda juga cenderung kurang memiliki sikap
disiplin, sulit di atur dan cenderung anti kemapanan. Karakteristik ini menjadi
basis bagi generasi muda untuk menampilkan eksistensinya dan melawan atau
setidaknya tidak mengikuti aturan yang ada, sebagai bagian dari bentuk protes
atau sekedar menarik perhatian bahwa yang bersangkut aneksis.
Karakteristik yang kelima ditegaskan dengan kurangnya
generasi muda pada tanggung jawab yang diembannya. Pada konteks tertentu, sikap
ini diikuti oleh aktifitas negatif. Namun di sisi lain tidak sedikit ekses dari
sikap kurang bertanggung jawab ini berbuah positif.
Disini Pancasila sebagai ideologi Negara dan sebagai landasan
dalam bergaul perlu lebih ditingkatkan dengan sikap patriotisme yang tinggi
bagi setiap generasi muda di Indonesia. Kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM) bukan
menjadi penghalang untuk kita tetap bernaung pada Pancasila. Sikap toleransi
harus dijadikan latar belakang dalam bergaul. Melalui pendidikan diharapkan
mampu menumbuhkan sifat yakin dalam kehidupan bernegara dengan menjunjung
falsafah Pancasila agar visi berbangsa dan bernegara terarah sesuai dengan
cita-cita bangsa dan menjadikan generasi muda sebagai gerbang emas untuk
mencapai cita-cita tersebut. Upaya pembendungan bentuk radikalisme antar agama
hendaknya diminimalisir karena, sikap tersebut dapat menjadikan momok yang
menjerumuskan generasi muda pada sutuasi yang keluar dari konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Lembaga Pembinaan Masyarakat (LPM) khususnya dalam bidang
yang menjalani tentang permasalahan pada generasi muda diharpkan mampu sebagai
sarana untuk penanaman nilai-nilai Pancasila dalam kegiatannya. Juga perlunya
peningkatan ketaqwaan dan keimanan melalui pendidikan agama dan keagamaan baik
disekolah maupun lingkungan masyarakat. Pembinaan kehidupan keluarga yang
harmonis juga menjadi salah satu peran penting untuk mencegah permasalahan pada
generasi muda serta pengetahuan sedini mungkin terhadap anak tentang
nilai-nilai Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar